Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) mengirimkan sekitar 60 ribu telur nyamuk aedes aegypti yang sudah mengandung bakteri Wolbachia untuk dikembangbiakkan di Kota Bandung, Jawa Barat. Ini merupakan salah satu inovasi terbaru untuk menekan angka kasus Demam Berdarah Dengue (DBD).
Melansir dari CNN Indonesia, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung mengatakan bahwa 60 ribu telur nyamuk aedes aegypti ber-Wolbachia 308 ember tersebut diberikan kepada Kelurahan Pasanggrahan, Kecamatan Ujungberung.
“Kita menitipkan telur untuk menetas. Jadi, kalau ember yang dititipkan di kelurahan ada 308 ember, satu ember itu bisa berisi 200 sampai 250 telur nyamuk aedes aegypti ber-Wolbachia,” ungkap Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kota Bandung, Ira Dewi Jani, dikutip Jumat (24/11/2023).
Namun, Ira belum dapat memastikan jumlah telur yang dapat menetas karena masih berada di tahap asistensi oleh Laboratorium Vektor dari Salatiga, Jawa Tengah. Menurutnya, jumlah telur yang menetas bergantung pada sejumlah situasi.
“Kita belum tahu, ya, kan, belum ada evaluasi dari banyak telur yang berhasil menetas karena masih di-asistensi sama Lab. Vektor dari Salatiga,” ujar Ira.
“Harapannya menetas semua, tapi tergantung tempat penyimpanan dan cuaca. Jadi, enggak selalu pasti yang menetas dari tiap ember itu jumlahnya berapa,” lanjutnya.
Ira mengatakan, dampak penurunan jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) berkat nyamuk ber-Wolbachia memerlukan waktu yang cukup lama, yakni satu hingga dua tahun sejak pelepasliaran.
Mengutip laman resmi Kemenkes, wolbachia sendiri adalah bakteri yang hanya dapat hidup di dalam tubuh serangga, termasuk nyamuk. Ketika nyamuk aedes aegypti sudah terinfeksi wolbachia, mereka menjadi mandul. Akibatnya nyamuk yang mengandung wolbachia tidak mampu lagi untuk menularkan virus dengue ketika menghisap darah orang. Dengan demikian, secara alami jumlah kasus DBD juga akan berkurang.
Di Indonesia, penyimpanan ember berisi telur nyamuk ber-Wolbachia dilakukan selama enam bulan dengan harapan ada telur yang menetas setiap bulannya. Setelah telur menetas maka akan digantikan dengan telur baru.
“Kalau sudah enam bulan pelepasliaran diharapkan proporsi nyamuk aedes aegypti ber-Wolbachia yang ada di Kota Bandung bisa mencapai 60 persen, di alam, di lingkungan,” jelas Ira.
“Sisanya akan dijalani secara alamiah dengan perkawinan antar nyamuk di alam gitu. Dan itu baru berdampak setahun atau dua tahun setelah pertama kali nyamuk dilepasliarkan,” lanjutnya.
Sebagai informasi, Kota Bandung adalah salah satu wilayah program penyebaran nyamuk ber-Wolbachia karena menempati peringkat pertama kasus DBD selama tiga tahun berturut-turut.
“Jadi kalau kita lihat data kasus yang demam berdarah yang ada di Kemenkes, itu memang dari tahun 2021, 2022, 2023, Kota Bandung emang menempati urutan pertama kasus DBD yang paling banyak tiga tahun berturut-turut,” papar Ira.
Selain Kota Bandung, Kemenkes RI menetapkan empat wilayah lain yang masuk ke dalam uji coba penyebaran nyamuk ber-Wolbachia, yakni Kupang, Nusa Tenggara Timur; Bontang, Kalimantan Timur; Semarang, Jawa Tengah; dan Jakarta Barat, DKI Jakarta.
[Gambas:Video CNBC](hsy/hsy)