Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah saat ini sedang berupaya menggenjot produksi kendaraan listrik di Indonesia. Salah satunya, melalui paket insentif tambahan yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.79 Tahun 2023 tentang Perubahan Perpres No.55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor listrik Berbasis Baterai (KBLBB).
Deputi Bidang Infrastruktur dan Transportasi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Rachmat Kaimuddin manargetkan, paket insentif tersebut dapat rampung akhir tahun 2023.
“Targetnya akhir tahun ini,” ujar Deputi Rachmat di gedung Kemenkomarves Jakarta, Jumat (15/12).
Rahmat mengungkapkan, para investor hingga saat ini masih dilema untuk masuk ke Indonesia. Sebab, pasar kendaraan listrik di Indonesia juga masih belum terbentuk.
“Bagaimana memberi insentif ketika pasar belum terbentuk? Oleh karena itu pemerintah memberikan peluang kepada investor untuk membangun pabrik EV di Indonesia, dan pada saat yang sama sebelum pabrik beroperasi, mereka dapat memasarkan produk import EV mereka di Indonesia dengan harga yang lebih kompetitif,” ungkapnya.
Di sisi lain, Kemenko Marves juga menegaskan bahwa paket insentif tambahan akan mendukung percepatan adopsi EV dengan menghadirkan lebih banyak pilihan variasi produk EV dengan harga yang lebih terjangkau bagi masyarakat Indonesia.
Sehingga, dengan paket insentif tambahan tersebut, produsen dapat menghadirkan lebih banyak model EV dengan harga jual kompetitif dibanding mobil konvensional. Hal itu dipercaya dapat menciptakan pasar kendaraan EV.
“Ada dua hal yang kita perlu kita perhatikan opsi dan affordability. Saat ini opsi EV yang tersedia masih terbatas, dan belum dapat memenuhi permintaan pasar Indonesia,” ucapnya.
Diketahui penjualan mobil listrik global saat ini telah mencapai 14% dari total penjualan mobil global. Melonjak dari 3 juta mobil listrik di 2020 ke 10 juta mobil Listrik di 2022 (IEA, 2023). Namun saat ini, kapasitas manufaktur EV Indonesia tertinggal dari negara tetangga. Tercatat kemampuan produksi Indonesia mencapai 34.000 mobil, 2.480 bus dan 1,45 juta sepeda motor per tahun. Sementara, kapasitas produksi kendaraan listrik di Thailand mencapai 240.000 per tahun.
“Melihat tren permintaan EV global yang meningkat, industri otomotif tanah air perlu bergegas bertransformasi dan menangkap peluang tren global. Jangan sampai kita kehilangan kesempatan untuk menjadi pusat produksi dan rantai pasok kendaraan ramah lingkungan di Asia Tenggara,” imbuhnya
Sementara, Indonesia sendiri menargetkan dua juta mobil penumpang kendaraan listrik dan 13 juta sepeda motor listrik yang mengaspal pada tahun 2030.
Sebelumnya, pemerintah baru saja menerbitkan Perpres yang mengatur pemberian insentif dalam bentuk bea masuk 0% impor, PPnBM 0% dan pembebasan atau pengurangan pajak daerah untuk KBLBB, yang semuanya berlaku bagi impor KBLBB dalam keadaan utuh (Completely Built-Up/CBU) dan Completely Knock Down (CKD) dengan TKDN lebih dari 40%.
“Ini adalah win-win program yang cukup progresif untuk Indonesia dan investor. Kita perlu membangun economic of scale untuk pasar kendaraan EV di Indonesia, oleh karena itu pemerintah mengeluarkan program insentif untuk membentuk ekosistem kendaraan EV di Indonesia,” sebutnya.
Deputi Rachmat menambahkan, nantinya pada produsen kendaraan listrik dapat menikmati paket insentif impor hingga akhir 2025. Selanjutnya, produsen wajib memenuhi ketentuan produksi EV di dalam negeri atau hutang produksi hingga akhir 2027, sesuai dengan ketentuan TKDN yang berlaku.
Artikel Selanjutnya
WFH hingga Hujan Buatan, Efektif Tekan Polusi Udara Jakarta?
(fsd/fsd)