Dunia “Panas”! 50 Negara Serentak Gelar Pemilu di 2024: RI-AS

Jakarta, CNBC Indonesia – Pemilihan Umum (Pemilu) Indonesia berikutnya akan digelar pada tahun 2024, tepatnya pada 14 Februari 2024 mendatang, sehingga di tahun 2024 menjadi tahun politik bagi Indonesia.

Meski begitu, tahapan Pemilu di Indonesia sejatinya sudah terjadi saat masa kampanye dimulai yakni pada 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024.

Namun, tidak hanya di Indonesia yang akan menggelar pesta demokrasi di 2024. Ada beberapa negara yang juga akan menggelar pesta demokrasi tersebut.

Dilansir dari Times, setidaknya ada 57 negara, termasuk anggota Uni Eropa, akan menggelar pemilu tahun ini. Hajatan besar tersebut akan melibatkan sekitar 49% populasi di dunia serta 60% Produk Domestik Bruto (PDB) dunia.  Lalu negara mana saja yang akan menggelar pemilu? Berikut ini daftarnya.

1. Amerika Serikat

Di AS, pemilu akan digelar pada 5 November 2024. Adapun pemilu AS pada tahun 2024 dilaksanakan untuk memilih calon presiden, calon senat, dan calon DPR, mirip seperti di Indonesia.

Uniknya, pemilu AS selalu diadakan di hari Selasa. Selama beberapa dekade, pemilu federal di AS diadakan pada hari Selasa setelah Senin pertama bulan November.

AS sendiri memiliki beberapa negara bagian. Menurut Ensiklopedia Britannica, hari pemilihan ini akan berbeda-beda di setiap negara bagian.

Namun pada tahun 1845, sebuah undang-undang disahkan untuk menetapkan satu hari pemilihan untuk seluruh negara. Pada awalnya, hal ini hanya diterapkan pada pemilihan presiden, namun kemudian diperluas hingga pemilihan kongres.

Alasan hari pemilihan ditetapkan sebagai hari Selasa setelah Senin pertama adalah untuk mencegah hari tersebut jatuh pada tanggal 1 November.

Hari tersebut dianggap tidak menguntungkan karena sebagian umat Kristiani memperingatinya sebagai Hari Semua Orang Kudus dan juga karena para pedagang biasanya mengambil hari tersebut untuk melunasi pembukuan pada bulan sebelumnya.

Diprediksi Joe Biden dari Partai Demokrat akan bertarung dengan Donald Trump dari Partai Republik.

Pada pemilu AS kali ini, juga kemungkinan akan menjadi pemilu yang bakal menggemparkan dunia. Pemilihan presiden AS pada November berpotensi menimbulkan apa yang baru-baru ini digambarkan oleh The Economist sebagai “bahaya terbesar bagi dunia” pada tahun 2024, di mana mantan Presiden Trump berpotensi mendapatkan masa jabatan kedua.

Selain Biden dan Trump, sejumlah nama terus menyusul. Mulai dari Gubernur Florida Ron DeSantis, mantan Gubernur South Carolina Nikki Haley, hingga Senator South Carolina Tim Scott. Mantan Wakil Presiden Mike Pence, dan mantan Gubernur New Jersey Chris Christie, juga telah mengumumkan untuk masuk arena pencalonan presiden.

Masih ada nama yang mungkin masuk, Gubernur South Dakota Doug Burgum. Ada lagi Gubernur New Hempshire Chris Sununu yang berpotensi cukup besar, tetapi agaknya kurang berani menandingi Trump dalam pemilihan pada konvensi Partai Republik nanti sehingga urung diri masuk arena.

2. Taiwan

Taiwan juga akan menggelar pemilu pada tahun ini, tepatnya pada 13 Januari 2024 atau lebih dulu dari Indonesia.

Pemilu Taiwan tahun ini juga akan membentuk pendekatan Beijing terhadap pulau berpemerintahan sendiri yang telah berulang kali diancam akan diinvasi oleh AS.

Pemungutan suara ini juga mempunyai dampak global yang besar. Taiwan adalah negara dengan ekonomi perdagangan terbesar ke-16 di dunia, dengan nilai tukar barang dan jasa senilai US$ 907 miliar pada tahun 2022.

Taiwan memproduksi 90% chip semikonduktor canggih di dunia, yang sangat penting bagi setiap industri, terutama bagi booming kecerdasan buatan.

Blokade terhadap Taiwan akan membahayakan aktivitas ekonomi senilai lebih dari US$ 2 triliun, menurut perkiraan Rhodium Group, bahkan sebelum memperhitungkan sanksi atau tanggapan militer apa pun.

3. Bangladesh

Bangladesh juga akan menggelar pemilu pada tahun ini, tepatnya pada 7 Januari 2024. Namun, ada isu bahwa pemilu Bangladesh kali ini berpotensi digelar sepihak.

Liga Awami yang saat ini berkuasa di Bangladesh dan Perdana Menteri Sheikh Hasina akan memegang kekuasaan untuk masa jabatan keempat berturut-turut. Sementara oposisi utama Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) dan beberapa partai lain mengatakan akan memboikot pemilu.

BNP yang berhaluan kanan-tengah adalah satu-satunya partai dinilai bisa secara realistis menantang Hasina yang akan menduduki masa jabatan keempat berturut-turut.

Namun, BNPbaru-baru ini mengatakan bahwa seluruh pimpinannya, bersama dengan ribuan aktivis, telah ditangkap selama lima minggu terakhir dalam “tindakan keras yang belum pernah terjadi sebelumnya,”menyusul unjuk rasa besar-besaran BNP di ibu kota Dhaka, pada 28 Oktober lalu.

Polisi mengatakan enam orang, termasuk seorang petugas polisi, tewas dalam kekerasan sejak unjuk rasa tersebut. Namun, BNP dan partai oposisi lainnya mengatakan sekitar 20 aktivis telah tewas.

Kepala Divisi Legal BNP, Kayser Kamal, mengatakan bahwa lima orang tewas dalam tahanan polisi setelah ditangkap dalam tindakan keras itu, kantor berita AFP melaporkan. Kamal menambahkan bahwa petugas penjara mengatakan para tahanan tersebut “meninggal secara alamiah”dan membantah klaim BNP bahwa tahanan telah disiksa disiksa.

4. Pakistan

Pakistan akan menggelar pemilu pada minggu terakhir Januari 2024. Itu berarti pemilu tersebut ditunda sekitar dua bulan dan mengakhiri ketidakpastian mengenai proses pemilu.

Dalam sebuah pernyataan singkat, Komisi Pemilu Pakistan (Election Commission of Pakistan/ECP), membela keputusan itu dengan mengatakan, diperlukan lebih banyak waktu untuk menarik kembali daerah pemilihan di seluruh negeri setelah sensus penduduk terbaru.

“Daftar akhir daerah pemilu baru akan diumumkan pada 30 November, dan pemilu akan diadakan pada minggu terakhir Januari 2024 setelah program pemilu atau kampanye selama 54 hari,” kata ECP, tanpa memberi tanggal pasti pemungutan suara, dikutip dari VOA Indonesia.

Pemilu di Pakistan dijadwalkan berlangsung dalam 90 hari, sejalan dengan konstitusi setelah parlemen yang akan mengakhiri masa jabatan lima tahunnya pada 9 Agustus mendatang dan Perdana Menteri Shehbaz Sharif yang membubarkan pemerintahannya.

Pemerintahan sementara yang dipimpin oleh Perdana Menteri Anwaar-ul-Haq Kakar, sejak itu telah dibentuk untuk mengawasi pemungutan suara di negara Asia Selatan yang berpenduduk sekitar 241 juta orang itu.

Gejolak politik meletus pada April 2022, ketika mosi tidak percaya parlemen menggulingkan Perdana Menteri Imran Khan dari kekuasaan. Pemimpin Pakistan yang digulingkan dan partainya Tehreek-e-Insaf (PTI), sejak itu menuntut pemilu dini, mengecam mosi tidak percaya sebagai tindakan ilegal dan menuduh militer yang memiliki kekuatan politik sebagai dalangnya.

5. India

Komisi Pemilihan Umum India (ECI) bersiap untuk menyelenggarakan pemilu berikutnya pada 2024. Namun belum diketahui kapan waktu pemilihan digelar. Adapun India akan menggelar pemilu sebanyak dua kali yakni untuk memilih parlemen dan presiden.

India menjalankan sistem pemerintahan parlementer, yang berarti perwakilan terpilih dalampemilu akan menduduki majelis rendah yang juga disebut Lok Sabha.

Tetapi, sistem pemilu India adalah sistem mayoritas sederhana. Pengelola partai mengatakan, dalam 543 wilayah pemilihan terdapat kasta-kasta dan struktur sosial yang berbeda. Artinya, pemimpin partai menghadapi tantangan besar untuk menyesuaikan tema kampanye di setiap wilayah pemilihan.

Ditambah lagi, sistem partai di India terpecah-pecah. Dalam pemilu terakhir, 40 partai berhasil masuk parlemen. Tentu saja itu menyulitkan dalam pembentukan pemerintah koalisi.

Menurut bab 324 konstitusi India, komisi pemilihan umum yang berhak menggelar pemilu. Komisi pemilihan umum berfungsi sebagai institusi terpenting dalam demokrasi di India.

Komisi pemilihan umum mengesahkan pemilihan umum, menentukan partai-partai politik peserta pemilu dan menetapkan simbol-simbol partai. Komisi Pemilu India juga yang mengumumkan hasil pemungutan suara. Komisi Pemilu di India, selain Mahkamah Agung, merupakan institusi independen.

6. Rusia

Rusia akan tetap menggelar pemilu pada 2024, meski sekutu Presiden Vladimir Putin meminta pemilu berikutnya untuk ditunda.

Juru Bicara Kepresidenan Rusia Dmitry Peskov pada 9 Oktober lalu mengatakan pemilu akan tetap berjalan, terlepas dari “operasi militer khusus” yang berlangsung di Ukraina.

“Kami melanjutkan dari pernyataan Presiden [Vladimir] Putin yang menekankan perlunya mematuhi semua persyaratan demokrasi dan konstitusi. Oleh karena itu, pemilu ini diadakan,” ujar kantor berita Interfax mengutip pernyataan Peskov, sebagaimana dikutip dari Reuters pada Senin (9/10/2023).

Pernyataan ini dilontarkan Peskov sebagai tanggapan atas komentar pemimpin Chechnya Ramzan Kadyrov, yang merupakan sekutu dekat Putin.

Kadyrov juga sempat mengatakan bahwa Rusia harus menunda pemilihan presiden karena perang di Ukraina tengah berlangsung, atau hanya mengizinkan satu kandidat yang tak lain adalah Putin.

“Saya mengusulkan sekarang, selagi operasi militer khusus sedang berlangsung, untuk dengan suara bulat memutuskan bahwa kita akan memiliki satu kandidat dalam pemilu, yaitu Vladimir Vladimirovich Putin,” kata Kadyrov seperti dikutip dari kantor berita Rusia, RIA.

Adapun Putin juga mendapatkan dukingan dari beberapa warga di Ukraina. Bahkan, Komisi Pemilihan Umum Pusat Rusia pada September 2023 mengumumkan partai Presiden Vladimir Putin, Rusia Bersatu, memenangkan suara terbanyak dalam pemilu yang diadakan di wilayah Ukraina yang sedang diduduki Kremlin.

Pemungutan suara untuk badan legislatif yang dibentuk Rusia dimulai pekan lalu. Menurut Komisi Pemilihan Umum Pusat, anggota parlemen dari partai yang berkuasa, Rusia Bersatu, menempati posisi teratas di beberapa wilayah Ukraina yang diduduki.

Wilayah tersebut adalah Donetsk, Kherson, Luhansk dan Zaporizhzhia yang dianeksasi Moskow pada tahun 2022, serta Semenanjung Krimea, yang dianeksasi Kremlin pada tahun 2014 silam.

7. Inggris

Perdana Menteri (PM) Inggris saat ini yakni Rishi Sunak telah mengonfirmasi bahwa pemilihan umum berikutnya akan diadakan tahun depan, meskipun memiliki hak hukum untuk menunggu hingga Januari 2025.

Sunak tampaknya mengesampingkan pemungutan suara tahun 2025 bagi jurnalis yang hadir di Downing Street, dan menyebut tahun 2024 sebagai “tahun pemilu”.

Berdasarkan peraturan saat ini, yang dikenal sebagai Dissolution and Calling of Parliament Act 2022, tanggal terakhir Inggris dapat mengadakan pemilu adalah Januari 2025.

Berdasarkan undang-undang tersebut, jika pemilu tidak diadakan pada tanggal 17 Desember 2024, Parlemen akan otomatis dibubarkan, tepat lima tahun sejak pemilu terakhir pada tahun 2019.

Seorang pakar pemilu Inggris telah memperingatkan bahwa Partai Konservatif mungkin akan menghadapi hasil terburuk mereka pada pemilu berikutnya dan hanya memperoleh 130 kursi.

Karena partai tersebut masih didominasi oleh pertikaian, Profesor John Curtice mengatakan partai Sunak akan “beruntung jika memenangkan [banyak] lebih dari 200 kursi” dan bisa mendapatkan hasil yang lebih buruk jika peringkat jajak pendapatnya yang buruk terus berlanjut.

“Jika pola-pola ini ditiru dalam pemilihan umum, hasil yang diperoleh Partai Konservatif akan sangat suram, mungkin hanya mendapatkan 130 kursi, hasil terburuk dalam sejarah partai tersebut,” ujar Curtice, dikutip dari Sunday Telegraph.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(chd/chd)[Gambas:Video CNBC] 

Updated: Januari 1, 2024 — 8:40 am

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *