Geger Rupiah Bikin Dolar AS Bertekuk Lutut, Ini Analisanya!

Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar rupiah akhirnya menguat tajam terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah terpuruk selama tiga hari beruntun. Penguatan rupiah didorong kebijakan bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) yang sesuai ekspektasi, indeks dolar menyusut, hingga kondisi ekonomi domestik yang resilient.

Melansir data Refinitiv, pada perdagangan hari ini, Kamis (14/12/2023) pada pukul 12.39 WIB rupiah berada di Rp15.515/US$, menguat 0,89% secara harian. Pada awal perdagangan pagi tadi, rupiah bahkan sempat menyentuh penguatan hingga 1,31% ke posisi Rp15.450/US$.

Beberapa alasan menjadi pendorong penguatan rupiah khususnya dipengaruhi oleh sentimen baik dari AS dan domestik sebagai berikut :

Suku Bunga AS Ditahan Lagi & The Fed Isyaratkan Pivot Tahun Depan

Faktor pertama, yang mendongkrak rupiah menguat tajam hari ini datang dari kebijakan bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) yang kembali menahan suku bunga, serta mulai mengisyaratkan akan ada pemangkasan suku bunga pada tahun depan.

Diketahui, pada rapat terakhir bank sentral AS di penghujung tahun ini, suku bunga kembali dipertahankan. Sebelumnya, The Fed telah menaikkan suku bunga sebanyak 550 basis poin (bps) atau selama 11 kali sejak Maret 2023 ke posisi 5,25% – 5,50%.

Sebagai catatan, The Fed menggelar rapat Federal Open Market Committee (FOMC) kemarin dan hari ini. Hasil keputusan kemudian diumumkan pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari pukul 02:00 WIB.

Kebijakan the Fed tersebut semakin mengkonfirmasi Perhitungan CME FedWatch memproyeksikan the Fed akan mempertahankan suku bunga mencapai lebih dari 98%. Para pelaku pasar sekarang juga melihat kemungkinan pelonggaran moneter tahun depan, memperkirakan peluang hampir 7,8 % penurunan suku bunga setidaknya 25 basis poin (bps) pada Mei 2024, menurut alat pengukur CME FedWatch.

Selain itu, kebijakan the Fed menahan suku bunga juga disinyalir berkat hasil inflasi AS yang melandai sesuai dengan ekspektasi pasar, kendati pasar tenaga kerja sempat memanas lagi pada November.

Diketahui, inflasi AS per November 2023 tercatat tumbuh 3,1% (year-on-year/yoy). Inflasi lebih rendah dibandingkan yang tercatat pada Oktober 2023 yakni 3,2% serta sesuai ekspektasi pasar yakni 3,2%.

Inflasi November menjadi yang terendah sejak Juni 2023. Laju inflasi juga sudah jauh melandai dibandingkan puncak tertingginya pada Juni 2022 yang tercatat 9,1%.Sementara untuk inflasi inti tumbuh 4% yoy, relatif tak berubah dibandingkan bulan sebelumnya. Realisasi inflasi dan inflasi inti kali ini sesuai dengan harapan pasar, tetapi masih cukup jauh dari target the Fed yang mengharapkan inflasi melandai ke kisaran 2%.

Selain kebijakan menahan suku bunga, kabar positif lainnya adalah isyarat The Fed untuk memangkas suku bunga tahun depan. Dalam konferensi pers, Chariman The Fed, Jerome Powell menjelaskan jika pembicaraan pemangkasan suku bunga memang sudah ada dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) bulan ini.

Pernyataan Powell ini jauh lebih lunak dibandingkan pada pertemuan November lalu di mana dia menegaskan masih terlalu premature memikirkan pemangkasan suku bunga.

“Itu (pemangkasan) mulai ada dalam pandangan kami dan menjadi topik diskusi kami,” ucap Powell, dikutip dari Reuters.

Powell juga mengatakan jika ekonomi sudah berjalan normal dan The Fed tidak perlu lagi mengetatkan kebijakan suku bunga. Dokumen “dot plot” The Fed menunjukkan jika anggota bank sentral mulai mengindikasikan adanya pemangkasan suku bunga.

Sebanyak 17 anggota memperkirakan pemangkasan suku bunga tahun depan sementara hanya dua yang memperkirakan tidak ada penurunan suku bunga. Tidak ada anggota FOMC yang memperkirakan suku bunga akan naik tahun depan.

Sebanyak delapan anggota memperkirakan adanya pemangkasan suku bunga setidaknya 75 bps pada tahun depan, sementara lima lainnya memperkirakan pemangkasan suku bunga lebih dari 75 bps. Median ekspektasi suku bunga ada di angka 4,6% dalam dot plot terbaru, turun dibandingkan 5,1% pada proyeksi September.

Dot plot, atau proyeksi suku bunga The Fed menjadi fokus lain dari pelaku pasar. Setiap akhir kuartal, The Fed akan memberikan proyeksi suku bunganya, terlihat dari dot plot. Setiap titik dalam dot plot tersebut merupakan pandangan setiap anggota The Fed terhadap suku bunga. Dalam dot plot, tergambar seperti apa anggota FOMC melihat suku bunga ke depan.

Dalam dokumen terbaru, The Fed juga memperbaharui proyeksi inflasi dan pengangguran. The Fed memperkirakan inflasi inti akan melandai ke 3,2% pada 2023 dan menjadi 2,4% pada 2024. Inflasi akan bergerak ke 2,2% pada 2025 dan kembali ke sasaran The Fed di angka 2% pada 2026

Rupiah RI Happy Berkat Indeks Dolar Menyusut

Beralih ke faktor berikutnya, sejalan dengan dampak kebijakan suku bunga the Fed yang sudah ditahan lagi serta ada isyarat terjadi pivot tahun depan. Hal ini langsung berimbas pada pergerakan indeks dolar AS (DXY) yang terpantau menyusut.

Pada hari ini, Kamis (14/12/2023) hingga pukul 12.45 WIB, DXY terpantau berada di 102,64. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan satu hari sebelumnya sebesar 102, 89. Pelemahan DXY hari ini semakin melanjutkan tren penyusutan selama tiga hari beruntun.

Depresiasi indeks DXY memberikan gairah terhadap pergerakan rupiah, pasalnya tekanan dari dolar AS kian mereda.

Tekanan Mereda, Ekonomi Domestik Resilient, BI Siapkan Jurus Stabilisasi Rupiah

Selanjutnya, faktor ekonomi Tanah Air yang masih akan bertumbuh positif juga menjadi penopang stabilitas rupiah.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan terjadinya kenaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II 2023 tercatat sebesar 5,17% (year on year/yoy), meningkat dari pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 5,04% (yoy).

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi didukung oleh peningkatan permintaan domestik. Konsumsi rumah tangga tumbuh tinggi sebesar 5,23% (yoy). Konsumsi Pemerintah tumbuh tinggi sebesar 10,62% (yoy), terutama didorong oleh belanja pegawai Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pertumbuhan investasi secara keseluruhan meningkat menjadi 4,63% (yoy), didorong terutama oleh perbaikan investasi non-bangunan yang tecermin dari membaiknya pertumbuhan impor barang modal.

Selain itu, inflasi Indonesia juga tetap terjaga dalam kisaran sasaran 3,0±1% untuk tahun 2023. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi September 2023 tercatat sebesar 0,19% (mtm), sehingga secara tahunan menjadi 2,28% (yoy), lebih rendah dari inflasi IHK bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,27% (yoy).

Sejalan dengan kondisi ekonomi yang masih bertahan positif serta prospek the Fed akan memangkas suku bunga tahun depan. Bank Indonesia (BI) diketahui tetap berhati-hati dalam menstabilkan rupiah melalui sejumlah jurus yang disiapkan guna meminimalisir risiko atau tantangan ke depan.

Berikut beberapa jurus BI untuk menjaga stabilitas rupiah:

1. Intervensi di pasar valuta asing dan operasi di pasar sekunder SBN.

2. Penjualan SBN dengan tenor pendek di pasar sekunder untuk menjaga daya tarik imbal hasil surat utang tersebut.

3. Optimalisasi term deposit valas melalui kebijakan devisa hasil ekspor (DHE) dan penambahan frekuensi tenor lelang.

Diketahui, Bank Indonesia (BI) berhasil mengantongi US$ 2,2 miliar devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam per November 2023.Perolehan DHE itu meningkat dibandingkan Oktober 2023 senilai US$ 1,9 miliar.

Terdapat tiga jenis tenor yang akan diberikan pemerintah dalam penyimpanan DHE, yakni satu bulan, tiga bulan, dan enam bulan. Jika eksportir memilih tenor satu bulan, maka pemerintah akan memberikan diskon pajak penghasilan (PPh) atas bunga deposito dari semula 20% menjadi 10%.

Namun jika eksportir mengkonversi dolar AS menjadi Rupiah, pemerintah akan menurunkan kembali bunganya menjadi 7,5%. Sementara untuk tenor tiga bulan, non DHE PPh bunga sebesar 20 persen, dan untuk DHE bunga PPh 7,5%. Sementara jika bunga deposito dikonversi ke Rupiah menjadi 5%.

Sedangkan untuk tenor enam bulan, PPh atas bunga deposito menjadi 2,5%. Apabila bunga deposito dikonversi dalam bentuk rupiah, tidak dikenakan PPh bunga deposito.

Adapun, aliran modal asing per 1 Desember 2023, dimana Premi CDS Indonesia 5 tahun per 7 Desember 2023 sebesar 74,46 bps, naik dibandingkan per 1 Desember 2023 sebesar 72,93 bps.

Berdasarkan data transaksi 4 – 7 Desember 2023, non residen di pasar keuangan domestik tercatat beli neto Rp4,10 triliun (beli neto Rp1,14 triliun di pasar SBN, jual neto Rp840 miliar di pasar saham, dan beli neto Rp3,81 triliun di SRBI).

Selama tahun 2023, berdasarkan data setelmen s.d. 7 Desember 2023, nonresiden beli neto Rp76,14 triliun di pasar SBN, jual neto Rp15,29 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp40,44 triliun di SRBI.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(tsn/tsn)[Gambas:Video CNBC] 

Updated: Desember 14, 2023 — 6:35 am

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *