Jakarta, CNBC Indonesia – Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mengungkap rencana baru di Eropa. Kepala logistik NATO telah mendesak negara-negara tersebut untuk membentuk zona “militer Schengen”.
Ini untuk memungkinkan pergerakan cepat pasukan, peralatan, serta amunisi. Tujuannya adalah untuk memenangkan serangan jika terjadi perang dengan Rusia.
“Kita kehabisan waktu,” kata Letnan Jenderal Alexander Sollfrank kepada Reuters dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada hari Kamis (23/11/2023), dikutip pula oleh Russia Today.
“Apa yang tidak kita selesaikan di masa damai tidak akan siap jika terjadi krisis atau perang,” tambahnya.
Sollfrank sendiri bertanggung jawab atas Komando Dukungan dan Pengaktifan Gabungan (JSEC) NATO, sebuah fasilitas di kota Ulm, Jerman. Fasilitas itu mengoordinasikan pergerakan personel dan material blok tersebut di seluruh benua.
“Meskipun JSEC didirikan pada tahun 2021 untuk menyederhanakan persiapan menghadapi potensi perang dengan Rusia, pekerjaannya masih terhambat oleh peraturan tingkat nasional,” jelas Sollfrank.
“Memindahkan amunisi melintasi perbatasan Eropa seringkali memerlukan izin khusus, sementara pengangkutan pasukan atau peralatan dalam jumlah besar memerlukan pemberitahuan terlebih dahulu,” tambahnya.
Sollfrank menyarankan negara-negara Eropa harus membentuk zona “Schengen militer” untuk mengatasi masalah ini. Hal itu mengacu pada perjanjian yang memungkinkan perjalanan gratis antara sebagian besar negara UE.
Pergerakan NATO yang lamban juga diakui pemimpin Angkatan Darat AS di Eropa hingga tahun 2017, Ben Hodges. Ia mengatakan NATO tidak memiliki kapasitas transportasi atau infrastruktur yang cukup yang memungkinkan pergerakan cepat pasukan di seluruh Eropa.
“Setiap negara mempunyai ukuran jalur kereta yang berbeda,” kata Hodges dimuat laman yang sama.
“Operator kereta api Jerman Deutsche Bahn hanya memiliki kapasitas untuk memindahkan satu setengah brigade lapis baja- sekitar 4.000 tentara, 90 tank, dan 150 kendaraan lapis baja- dalam satu waktu,” tambahnya.
Bergerak melalui jalan darat juga menghadirkan kendala yang berbeda. Sebelumnya dilaporkan bagaimana sekelompok tank Prancis yang menuju Jerman ke Rumania untuk latihan tahun lalu dihentikan karena bobotnya melebihi peraturan lalu lintas jalan raya Jerman.
Menurut laporan terpisah oleh Breaking Defense, bahkan jika tank-tank ini diizinkan melewati Jerman, mereka secara fisik tidak dapat melintasi Polandia. Hal ini karena buruknya pembangunan jembatan di negara tersebut.
NATO saat ini memiliki 10.000 tentara di delapan kelompok tempur yang ditempatkan di seluruh Eropa Timur. Sekretaris Jenderal Jens Stoltenberg mengumumkan tahun lalu bahwa ia bermaksud untuk mendukung pasukan yang dikerahkan di garis depan ini dengan 300.000 tentara cadangan yang bersiaga tinggi.
Berdasarkan rencana Stoltenberg, 100.000 pasukan ini akan mampu mencapai medan perang dalam waktu seminggu. Sementara sisanya akan tiba sebulan kemudian.
Meskipun Rusia telah berulang kali memperingatkan bahwa NATO telah menjadikan dirinya peserta de facto dalam konflik Ukraina dengan memberikan senjata, pelatihan, dan intelijen kepada Kyiv, Moskow tidak mengancam blok tersebut dengan perang. Meski demikian, Sollfrank berpendapat bahwa NATO harus mempersiapkan diri menghadapi konflik semacam itu.
“Kita harus menjadi yang terdepan, kita harus mempersiapkan situasi dengan baik sebelum Pasal 5 diberlakukan,” lanjutnya menyinggung klausul pertahanan umum blok tersebut.
Artikel Selanjutnya
Mimpi Buruk Putin Baru Dimulai, Rusia Terkepung NATO di Eropa
(sef/sef)